Harapan Untuk Indonesia yang Lebih Sehat

Indonesia merupakan salah satu negara besar di dunia dengan hampir 17.000 pulaunya. Indonesia juga merupakan salah satu negara kaya baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kekayaan negeri Indonesia tidak hanya itu saja, negara ini kaya akan ragam suku, etnis dan corak budaya. Tetapi, besarnya negara Indonesia yang terbentang luas dari Sabang-Merauke menjadikan sebuah tantangan bagi kita semua. Salah satunya adalah tantangan untuk menjamin terfasilitasinya infrastruktur kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia.



Pemerintah beberapa tahun belakangan, telah melucurkan program jaminan kesehatan yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, tentunya masih banyak kekurangan dalam pelayanannya salah satunya infrastruktur rumah sakit. Sebagian rumah sakit di Indonesia belum terakreditasi karena mutu layanan rendah dan distribusi tenaga ksehatan profesional yang tidak merata. Menurut, data Kemenkes hanya 1.008 RS terakreditasi. Penyebabnya adalah distribusi peralatan kesehatan dan tenaga kesehatan yang tidak merata. Puskesmas pun demikian dari 9.767 hanya 1.760 yang terakreditasi dan tentunya kebanyakan berada di daerah terpencil. Oleh karena itu, kita sebagai agen kesehatan harus terus selalu mendukung upaya pemerintah untuk terwujudnya pemerataan fasilitas kesehatan.

Juga menjadi perhatian kita sebagai agen kesehatan adalah tentang tingginya angka kematian bayi dan ibu di negara kita. Hal ini terjadi karena fasilitas kesehatan dan tenaga medis belum memadai. Untuk itu, peran bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan. Menurut data Kemenkes, pada 2015 angka kematian ibu (AKI) 4.809 jiwa tahun berikutnya turun menjadi 4.340  atau setara 305 per 100.000 kelahiran. Sementara, angka kematian bayi pada 2015 sebanyak 22.267, turun menjadi 17.037 pada 2016. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan dan infeksi. Adapun kematian bayi dipicu terutama asfiksia, berat bayi lahir rendah dan kelainan bawaan. 

Kemudian untuk mewujudkan kesehatan generasi penerus bangsa, mari kita dukung gerakan pemberian asi ekslusif bagi bayi. Salah satu cara adalah penerapan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan. Pemberian asi eksklusif sendiri lamanya kurang lebih selama 6 bulan. Cakupan ASI eksklusif yang tinggi akan melahirkan generasi Indonesia yang lebih baik. Jika dibandingkan negara lain, Indonesia kalah jauh dari Vietnam yang telah menerapkan cuti melahirkan selama 6 bulan. Kebijkan ini juga didukung oleh kebijakan lain secara komprehensif , misalnya regulasi soal promosi dan iklan formula.

Ada empat pilar penting dalam mendukung pemberian ASI eksklusif yaitu komitmen pemerintah, kebijakan yang mendukung, dukungan tenaga dan fasilitas kesehatan, serta dukungan keluarga dan masyarakat. Hal yang masih menjadi masalah adalah banyaknya pihak industri yang menolak cuti yang terlalu lama karena akan berdampak pada daya produktivitas. Selain karena peraturan yang belum mendukung,belum semua ibu juga menyadari pentingnya pemberian asi ekslusif. Oleh karena itu, sebgai agen kesehatan kita harus mengampanyekan salah satunya adalah sosialisasi kepada masyarakat. Menurut data Kemenkes, pada 2016 persentase bayi mendapat asupan asi eksklusif sebesar 22,4 %, menurun dibandingkan 2015 sebesar 54,9 %.


Oleh karena itu, sebagai agen kesehatan sudah seharusnya 3 permasalahan diatas harus bisa kita atasi. Perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan pihak terkait untuk bisa mengatasi masalah tersebut. Puskesmas juga harus menjadi sarana pelayanan kesehatan primer karena keberadaanya yang lebih mudah diakses masyarakat. Kta juga harus mendukung tersedianya fasilitas dan tenaga medis profesional yang merata hingga kedaerah pelosok. Kita juga harus mendukung upaya dalam pemberian asi eksklusif bagi bayi. Ini bukan merupakan tanggung jawab pemerintah semata, tetapi tanggung jawab kita bersama sebgai agen kesehatan untuk mewujudkan Indoenesia yang lebih sehat.  
Load disqus comments

0 comments

Powered by Blogger.